Profil Sultan Mahmud Riayat Syah - Raja Ke-8 dan Terakhir Kesultanan Melaka

Istana  Kesultanan Melaka
Kesultanan Malaka pada abad ke-15, berdasarkan keterangan "Atlas Sejarah Indonesia dan Dunia", PT Pembina Peraga Jakarta 1996
Sultan Mahmud Syah atau Sultan Mahmud Riayat Syah adalah raja kedelapan dan terakhir dari Kesultanan Melaka. Dia dipilih sebagai raja menggantikan ayahnya, Sultan Alauddin Riayat Syah I, melangkahi saudaranya yang lebih tua, Munawar Syah.

Pada 9 November 2017, Sultan Mahmud Riayat Syah dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional melalui Keputusan Presiden RI Nomor 115/TK/TAHUN 2017 tanggal 6 November 2017 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.

Sultan Mahmud merupakan salah satu sosok pejuang kemerdekaan yang gigih mengusir Belanda dari monopoli perdagangan timah dan hasil laut maritim yang saat itu menduduki Kepulauan Riau.

Pada masa kejayannya, Sultan Mahmud memiliki strategi perang grilya laut yang hebat. Salah satunya pada tahun 1787 saat Belanda menduduki Ibukota yang sekarang disebut Tanjung Pinang, Sultan Mahmud dengan bantuan persenjataan armada laut dari Raja Sabah berhasil mengusir Belanda.

Pemerintahan Sultan Mahmud Syah atas Malaka berakhir dengan serangan Portugis yang menaklukkan Melaka pada 1511. Mahmud Syah kemudian memindahkan ibu kotanya ke Bintan. Setelah ibu kota di Bintan dibumihanguskan Portugis, dia kemudian mengundurkan diri ke Kampar, tempat dia wafat pada tahun 1528.

Putra ke-2 Sultan Mahmud Syah, Alauddin Riayat Syah II kemudian mendirikan kerajaan baru di Johor. dan Putra Sulang Sultan Mahmud Syah, Mudzaffar Syah kemudan mendirikan kerajaan baru di Perak.

Sultan Mahmud juga tokoh yang peduli dengan keberagaman. Berbagai suku di antaranya Bugis, Flores, Jawa dan Melayu dapat bersatu di bawah kepemimpinan Sultan.


Sumber: